Kamis, 13 Oktober 2016

Polemik Petahana


Agama Islam mengatur semua seluk-beluk kehidupan..

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan" (QS. Al Baqarah: 208)

Sejak kita bangun pagi, masuk kamar mandi, adab ketika makan, keluar rumah, adab ketika berdagang/ berusaha, semuanya.. ada petunjuknya di dalam Islam.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (QS. Al-Ahzâb: 21)

Bahkan dalam tatanan yg lebih kompleks, ada Sistem Hukum Islam, Ekonomi Syariah Islam, dsb. Mengapa? Karena pada esensinya, umat islam memahami bahwa semua yang dilakukannya di dunia ini merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Sehingga seharusnya dapat mudah dipahami, jika umat Islam ingin memilih pemimpin yg muslim.. karena kebijakan-kebijakan yg dibuatnya, akan otomatis berdampak kepada umat.

Sebuah contoh sederhana, jika seorang pemimpin kota mengadakan acara menyambut tahun baru dengan mendirikan puluhan panggung musik dan pesta kembang api, apakah itu dapat dikatakan sesuai dengan tuntunan Islam?

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).

Jika pemimpin tersebut adalah seorang muslim, maka dapat kita doakan agar diampuni kesalahannya dan agar dalam menjalankan amanahnya selanjutnya dapat lebih mengikuti perintah dan larangan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Namun bagaimana jika pemimpin tersebut non-muslim? Bukanlah prestasi dunia yang dikejar oleh seorang muslim, melainkan bagaimana mempersiapkan bekal sebaik-baiknya untuk akhirat.

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. ” (Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183); Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-Baihaqi (VII/288) dari Sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu)

Akhir kata, konstitusi negara kita mengatur kebebasan menjalankan agama.

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, ..." (Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.)

Jika tidak mampu memahami, maka toleransi lah jawabannya.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

" Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun: 6)


Wallahu A'lam Bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar