Kamis, 13 Oktober 2016

Polemik Petahana


Agama Islam mengatur semua seluk-beluk kehidupan..

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan" (QS. Al Baqarah: 208)

Sejak kita bangun pagi, masuk kamar mandi, adab ketika makan, keluar rumah, adab ketika berdagang/ berusaha, semuanya.. ada petunjuknya di dalam Islam.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (QS. Al-Ahzâb: 21)

Bahkan dalam tatanan yg lebih kompleks, ada Sistem Hukum Islam, Ekonomi Syariah Islam, dsb. Mengapa? Karena pada esensinya, umat islam memahami bahwa semua yang dilakukannya di dunia ini merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Sehingga seharusnya dapat mudah dipahami, jika umat Islam ingin memilih pemimpin yg muslim.. karena kebijakan-kebijakan yg dibuatnya, akan otomatis berdampak kepada umat.

Sebuah contoh sederhana, jika seorang pemimpin kota mengadakan acara menyambut tahun baru dengan mendirikan puluhan panggung musik dan pesta kembang api, apakah itu dapat dikatakan sesuai dengan tuntunan Islam?

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).

Jika pemimpin tersebut adalah seorang muslim, maka dapat kita doakan agar diampuni kesalahannya dan agar dalam menjalankan amanahnya selanjutnya dapat lebih mengikuti perintah dan larangan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Namun bagaimana jika pemimpin tersebut non-muslim? Bukanlah prestasi dunia yang dikejar oleh seorang muslim, melainkan bagaimana mempersiapkan bekal sebaik-baiknya untuk akhirat.

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. ” (Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183); Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-Baihaqi (VII/288) dari Sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu)

Akhir kata, konstitusi negara kita mengatur kebebasan menjalankan agama.

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, ..." (Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.)

Jika tidak mampu memahami, maka toleransi lah jawabannya.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

" Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun: 6)


Wallahu A'lam Bishawab

Selasa, 16 Agustus 2016

Indonesia Belum Merdeka

“Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap nabi meninggal, nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Akan tetapi, nanti akan ada banyak khalifah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)


Masuknya Islam ke Indonesia

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad ke-7. (Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita, dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam, 2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 9-27).


Sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Demikian pula Kerajaan Ternate tahun 1440. Kerajaan Islam lain di Maluku adalah Tidore dan Kerajaan Bacan. Institusi Islam lainnya di Kalimantan adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai. Di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang. Adapun kesultanan di Jawa antara lain: Kesultanan Demak yang dilanjutkan oleh Kesultanan Jipang, lalu dilanjutkan Kesultanan Pajang dan dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Silam diterapkan dalam institusi Kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi Kesultanan Bima. (Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: Khilafah dalam bagian "Dunia Islam Bagian Timur", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002).

Seiring perjalanan waktu, hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik di Indonesia. A.C Milner mengatakan bahwa Aceh dan Banten adalah kerajaan Islam di Nusantara yang paling ketat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum negara pada abad ke-17. Di Banten, hukuman terhadap pencuri dengan memotong tangan bagi pencurian senilai 1 gram emas telah dilakukan pada tahun 1651-1680 M di bawah Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Iskandar Muda pernah menerapkan hukum rajam terhadap putranya sendiri yang bernama Meurah Pupok yang berzina dengan istri seorang perwira. Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai UUD Islam bernama Kitab Adat Mahkota Alam. Sultan Alaudin dan Iskandar Muda memerintahkan pelaksanaan kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam dan ibadah puasa secara ketat. Hukuman dijalankan kepada mereka yang melanggar ketentuan. (Musyrifah Sunanto, 2005).

Di samping penerapan syariah Islam, hubungan Nusantara dengan Khilafah Islam pun terjalin. Pada tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. (Ayzumardi Azra, 2005). -

Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh.


“Sesuai dengan ketentuan adat istiadat kesultanan Aceh yang kami miliki dengan batas-batasnya yang dikenal dan sudah dipunyai oleh moyang kami sejak zaman dahulu serta sudah mewarisi singgasana dari ayah kepada anak dalam keadaan merdeka.

Sesudah itu kami diharuskan memperoleh perlindungan Sultan Salim si penakluk dan tunduk kepada pemerintahan Ottoman dan sejak itu kami tetap berada di bawah pemerintahan Yang Mulia dan selalu bernaung di bawah bantuan kemuliaan Yang Mulia almarhum sultan Abdul Majid penguasa kita yang agung, sudah menganugerahkan kepada almarhum moyang kami sultan Alaudddin Mansursyah titah yang agung berisi perintah kekuasaan.

Kami juga mengakui bahwa penguasa Turki yang Agung merupakan penguasa dari semua penguasa Islam dan Turki merupakan penguasa tunggal dan tertinggi bagi bangsa-bangsa yang beragama Islam. Selain kepada Allah SWT, penguasa Turki adalah tempat kami menaruh kepercayaan dan hanya Yang Mulialah penolong kami."

Petikan isi surat tersebut dikutip dari Seri Informasi Aceh th.VI No.5 berjudul Surat-surat Lepas Yang Berhubungan Dengan Politik Luar Negeri Kesultanan Aceh Menjelang Perang Belanda di Aceh diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh tahun 1982 berdasarkan buku referensi dari Anthony Reid, ”Indonesian Diplomacy a Documentary Study of Atjehnese Foreign Policy in The Reign of Sultan Mahmud 1870-1874”, JMBRAS, vol.42, Pt.1, No.215, hal 80-81 (Terjemahan : R. Azwad).


Penjajahan Belanda di Indonesia

Pada masa penjajahan, Belanda berupaya menghapuskan penerapan syariah Islam oleh hampir seluruh kesultanan Islam di Indonesia. Salah satu langkah penting yang dilakukan Belanda adalah menyusupkan pemikiran dan politik sekular melalui Snouck Hurgronye.

Keputusan Raja tanggal 4 Februari 1859 No. 78 yang membenarkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda mencampuri masalah agama dan mengawasi setiap gerak-gerik para ulama, bila dipandang perlu, demi kepentingan ketertiban dan keamanan.

Snouck Hurgronje menyatakan dalam bukunya, Arabie en Oost Indie (hlm. 22), bahwa orang Islam di Indonesia sebenarnya hanya tampaknya saja memeluk Islam dan hanya di permukaan kehidupan mereka ditutupi agama ini. Ibarat berselimutkan kain dengan lubang-lubang besar, tampak keaslian sebenarnya, yang bukan Islam. Orientalis lain, J.C. Van Leur, bahkan menyimpulkan bahwa Islam tidak membawa perubahan mendasar sedikit pun di kepulauan Melayu-Indonesia dan tidak juga perabadan yang lebih luhur daripada peradaban yang sudah ada.

Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib Al-Attas menolak keras teori para sarjana Barat yang menganggap kehadiran Islam di wilayah Melayu-Indonesia ini tidak meninggalkan sesuatu yang berarti bagi peradaban di wilayah ini. Ia menulis, “Banyak sarjana yang telah memperkatakan bahwa Islam itu tidak meresap ke dalam struktur masyarakat Melayu-Indonesia; hanya sedikit jejaknya di atas jasad Melayu, laksana pelitur di atas kayu, yang andaikan dikorek sedikit akan terkupas menonjolkan ke hinduannya, kebudhaannya, dan animismenya. Namun menurut saya, paham demikian itu tidak benar dan hanya berdasarkan wawasan sempit yang kurang dalam lagi hanya merupakan angan-angan belaka.” (Lihat, Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, 1990:41).

Al-Attas bahkan menyebutkan, kedatangan Islam di wilayah Nusantara merupakan peristiwa paling penting dalam sejarah kepulauan Melayu-Indonesia. M.C. Ricklefs dalam bukunya, A History of Modern Indonesia, memulai penulisan sejarah Indonesia modern dengan kedatangan Islam. Islam, tulisnya, membawa banyak perubahan penting dan mendasar dalam masyarakat kepulauan Melayu-Indonesia.

Menurut Al-Attas dalam Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malaysia Indonesian Archipelago, Islam datang ke kepulauan Melayu-Indonesia membawa semangat religius yang amat intelektual dan rasionalistis, sehingga mudah masuk ke dalam pikiran rakyat. Ini menyebabkan kebangkitan rasionalisme dan intelektualisme yang tidak dinyatakan dalam masa-masa pra-Islam. Timbulnya rasionalisme dan intelektualisme ini dapat dipandang sebagai semangat yang kuat yang menggerakkan proses revolusi dalam pandangan dunia Melayu-Indonesia, dan mengelakkannya dari dunia mitologi yang rontok. Semangat rasionalisme dan intelektualisme ini bukan saja di kalangan istana dan keraton, bahkan juga merebak di kalangan rakyat jelata. (hlm. 5-6)


Hubungan Belanda dan Islam

Tanpa diketahui banyak orang, awal hubungan antara Belanda dengan Islam/Dunia Islam dapat dilacak hingga berabad-abad yang lalu. Misalnya, selama 80 tahun perang kemerdekaan Belanda dari dominasi Spanyol di abad ke 15 dan 16, Belanda secara aktif mencari dukungan dari Khalifah di Istanbul. Pemimpin resistensi Belanda, Raja William I ‘Oranye’ mencari sokongan dana dan persenjataan dari Khalifah, yangk akhirnya dikabulkan. Khalifah mendukung pemberontakan Belanda dengan dana, dan angkatan lautnya menyerang armada kapal perang Spanyol di Laut Mediterania untuk membantu melepas tekanan Spanyol terhadap Belanda.

Setelah mencapai kemerdekaanya, Belanda diundang untuk membuka kedutaan di negara Khilafah, yang dibuka di tahun 1612. Cornelis Haga adalah duta besar Belanda pertama pada masa pemerintahan Khalifa Ahmed I (1603-1617). Karena kerjasama Khalifah dalam Perang Kemerdekaan Belanda, Belanda menjalin kerjasama perdagangan dengan umat Islam. Mereka membuka kantor konsuler di berbagai kota pelabuhan di kawasan Mediterania, termasuk membuka daerah komunitas Belanda di kota Smyrna (Izmir) dalam wilayah kekuasaan Khilafah Uthmani. Di daerah tersebut, warga Belanda diberi kebebasan beragama dan mendirikan gereja dan membangun pemakaman disamping juga rumah sakit, tempat pembuatan roti, dan bahkan kedai bar. Duta besar Belanda untuk Indonesia saat ini, Nicolaos van Dam bahkan menulis buku tentang relasi Belanda dengan Khilafah Uthmani dalam bukunya “Belanda dan Dunia Arab: Dari Abad Pertengahan menuju Abad ke 21.”

Salah satu konsekuensi dari hubungan dagang yang dilakukan melalui laut adalah terlibatnya banyak pelayar Belanda yang ikut mengabdi dalam Angkatan Laut Khilafah Islam. Contohnya adalah Jan Janszoon van Haarlem dan Ivan Dirkie de Veenboer, yang kemudian berganti nama sebagai Murat Reis dan Suleyman Reis setelah mereka memeluk Islam. Maka sejak abad 17 dan 18 sudah ada beberapa warga Belanda yang telah masuk Islam.

Bermula dari hubungan ini juga, banyak warga Belanda yang kemudian mempelajari Islam dan juga bahasa yang digunakan oleh umat Islam. Di tahun 1575, Universitas Leiden membuka Fakultas Bahasa ‘Orient’ (kawasan Asia Timur) untuk membekali warga Belanda dengan kemampuan bahasa seperti bahasa Arab, Turki, dan Persia, serta juga pengetahuan tentang Islam. Bidang studi ‘Orient’ ini dimulai untuk mendukung hubungan perdagangan dengan umat Islam. Namun sejak turunnya pamor intelektual serta pengaruh Khilafah Islam terhadap dunia, studi tentang Islam dan bahasa umat Islam di Belanda mulai berpindah arah dan tujuan.

Ketika Belanda menjajah Indonesia, pengetahuan yang dimiliki Belanda tentang Islam dan Bahasa para pemeluknya digunakan untuk mendukung upaya penundukan umat Islam dan penjarahan sumber daya alamnya. Hal ini sungguh menjadi ironi tersendiri dan kejahatan terburuk dalam sejarah peradaban. Belanda memulai untuk belajar tentang Islam karena kaum muslim telah membantu mereka ketika mereka tertindas oleh Spanyol, menawarkan perdagangan, dan menerima mereka dengan persahabatan di wilayah kekuasaan mereka. Setelah terbebasnya kota Leiden di Belanda dari pendudukan Spanyol, suatu Universitas dibangun diatasnya sebagai monumen kemenangan dan di kampus inilah studi Bahasa Orient berkembang pesat. Namun ketika Muslim mulai menurun pengaruhnya, pengetahuan yang dibina di kampus Universitas Leiden justru digunakan untuk menundukkan dan menjajah umat muslim yang sama yang sebelumnya telah membantu Belanda, memberi perlakuan istemewa dalam perdagangan dan memperlakukannya dengan hormat.


Pelemahan Umat Islam di Nusantara
 
Penjajah Belanda kemudian berupaya melemahkan dan menghancurkan Islam dengan 3 cara,yaitu:

Pertama: memberangus politik dan institusi politik/pemerintahan Islam. Dihapuslah kesultanan Islam. Contohnya adalah Banten. Sejak Belanda menguasai Batavia, Kesultanan Islam Banten langsung diserang dan dihancurkan. Seluruh penerapan Islam dicabut, lalu diganti dengan peraturan kolonial.

Kedua: melalui kerjasama raja/sultan dengan penjajah Belanda. Hal ini tampak di Kerajaan Islam Demak. Pelaksanaan syariah Islam bergantung pada sikap sultannya. Di Kerajaan Mataram, misalnya, penerapan Islam mulai menurun sejak Kerajaan Mataram dipimpin Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda.

Ketiga: dengan menyebar para orientalis yang dipelihara oleh pemerintah penjajah. Pemerintah Belanda membuat Kantoor voor Inlandsche zaken yang lebih terkenal dengan kantor agama (penasihat pemerintah dalam masalah pribumi). Kantor ini bertugas membuat ordonansi (UU) yang mengebiri dan menghancurkan Islam. Salah satu pimpinannya adalah Snouck Hurgronye. Dikeluarkanlah: Ordonansi Peradilan Agama tahun 1882, yang dimaksudkan agar politik tidak mencampuri urusan agama (sekularisasi); Ordonansi Pendidikan, yang menempatkan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi; Ordonansi Guru tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru agama Islam memiliki izin; Ordonansi Sekolah Liar tahun 1880 dan 1923, yang merupakan percobaan untuk membunuh sekolah-sekolah Islam. Sekolah Islam didudukkan sebagai sekolah liar. (H. Aqib Suminto, 1986).

Demikianlah, syariah Islam mulai diganti oleh penjajah Belanda dengan hukum-hukum sekular. Hukum-hukum sekular ini terus berlangsung hingga sekarang. Walhasil, tidak salah jika dikatakan bahwa hukum-hukum yang berlaku di negeri ini saat ini merupakan warisan dari penjajah; sesuatu yang justru seharusnya dienyahkan oleh kaum Muslim, sebagaimana mereka dulu berhasil mengenyahkan sang penjajah: Belanda.



Sumber:
[1] https://saripedia.wordpress.com/tag/hubungan-nusantara-dengan-khalifah-islam/
[2] http://www.slideshare.net/hannafatiha/kerajaan-kerajaan-islam-di-nusantara
[3] http://www.voa-islam.com/read/indonesia/2009/11/17/1732/jejak-khilafah-dan-syariah-di-indonesia/;#sthash.AZHte4CM.dpbs
[4] http://atjehpost.co/berita2/read/Sepucuk-Surat-Dari-Ottoman-607
[5] http://cintabunda1990.blogspot.co.id/2014/05/orientasi-dan-sejarah-indonesia.html
[6] http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/31/idries-de-vries-kemerdekaan-belanda-berkat-bantuan-khilafah-utsmaniyah/
[7] http://www.academia.edu/24417293/POLITIK_HUKUM_HINDIA_BELANDA_DAN_PENGARUHNYA_TERHADAP_LEGISLASI_HUKUM_ISLAM_DI_INDONESIA

Minggu, 27 Maret 2016

Ikhlas = Tauhid


قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (١) اللَّهُ الصَّمَدُ (٢) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (٣) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (٤)

1) katakanlah: "Dia-lah Allah ,Yang Maha Esa
2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3) Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan
4) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (QS. Al-Ikhlas: 1 - 4)

Surat Al-Ikhlas berisi pokok-pokok ajaran Tauhid. Begitu pentingnya Tauhid, sehingga Rasulullah SAW mengatakan bahwa 1 surat Al-Ikhlas = 1/3 Al-Qur'an.

Dari Abu Sai’id Ra ia berkata: “Ada seorang laki-laki mendengar seseorang sedang membaca Al-ikhlas dan ia mengulang-ngulangnya. Dan di pagi harinya laki-laki tersebut datang kepada Nabi SAW dan menceritakan hal tersebut dan seakan-akan dia mengangap sepele hal tersebut, maka Nabi SAW bersabda: “Demi Dzat yang diriku ada pada Tangan-Nya, sesungguhnya ia (surat Al-Ikhlas) sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Bukhori 7374)


Sebagaimana tercantum pada Surat Al-Ikhlas ayat 1-2, ajaran Tauhid mengharuskan kita untuk hanya menyembah Allah SWT, dan tidak bergantung selain kepada-Nya.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
"Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan". (QS. Al-Fatihah: 5)

Tidak hanya pada saat melakukan ibadah mahdhah, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji. Namun juga seluruh aktivitas kita, harus dilandaskan pada niat mencari ridho-Nya.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Jika kita melakukan suatu hal dengan mengharapkan selain daripada ridho-Nya, maka kita telah menempatkan hal lain tersebut sebagai sekutu (tandingan) dari Allah SWT.

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ 
Sesungguhnya barang siapa yang menyekutukan Allah, maka Allah haramkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidaklah ada bagi pelaku kezaliman itu para penolong. (QS. Al-Maidah: 72)

Sebuah contoh sederhana, jika kita beribadah lebih khusyu ketika ada orang lain yang melihat, maka ikhlas kita masih dipertanyakan.

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ
 “Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari apa yang aku takutkan menimpa kalian adalah syirkul ashghar (syirik kecil).Maka para shahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan syirkul ashghar?” Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,“Ar-riya’.” (HR. Ahmad no. 27742)

Pada contoh lain, seorang pemain basket yang melempar bola ke ring, atau pemain bola yang menendang bola ke gawang, harus meyakini bahwa yang menentukan keberhasilan (atau kegagalan)nya adalah Allah SWT. Bukan hanya karena dirinya sendiri, atau orang lain.

يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ . فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ
Wahai ‘Abdullah bin Qois, katakanlah ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’, karena ia merupakan simpanan pahala berharga di surga” (HR. Bukhari no. 7386)

Jika kita berharap kepada selain Allah SWT, kekecewaan yang akan kita dapat. Karena hanya Allah SWT yang sempurna.
 كل يني ادم خطاء وخيرالخطائين التوابون
Rasulullah bersabda, "Setiap keturunan anak Adam melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat".(HR.Ath-Tirmidzi)

Akhir kata, ikhlas hanya kita peroleh, jika kita terus menerus berusaha untuk mencari ridho-Nya. Sebuah kesombongan, jika merasa bahwa diri sudah meraih tahap ikhlas yang sebenarnya.
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al Anbiya’: 90)

Minggu, 14 Februari 2016

Allah Dulu, Allah Lagi, Allah Terus...

Saat kuliah, saya pernah belajar 1 mata kuliah Filsafat Ilmu (2 sks). Kurang lebih, belajar filsafat itu adalah belajar mengenai cara berfikir, atau belajar mengenai cara belajar itu sendiri.. membingungkan ya? :D

Sederhananya, jika seseorang mendasari cara berfikirnya pada logika dan bukti-bukti ilmiah (empiris).. itulah filsafatnya Logika dan Empirisme. Sebagaimana yang biasa kita pelajari di bangku sekolah. Contoh logika adalah "aku berfikir, maka aku ada" (Descartes). Jadi, kebenaran adalah hasil dari penalaran terhadap fakta-fakta. Sementara contoh Empirisme adalah percobaan di laboratorium fisika. Sebuah mobil-mobilan digerakan dari 1 posisi ke posisi lainnya dengan kecepatan konstan, sambil dihitung waktunya. Berdasarkan beberapa percobaan maka dapat dibuktikan kebenaran rumus bahwa kecepatan berbanding lurus dengan perpindahan, dan berbanding terbalik dengan waktu.

Jika seseorang melandasi cara berfikirnya dengan perhatian pada menghindari hal-hal yang dapat melukai perasaan orang lain, maka filsafatnya adalah Humanisme. Ada juga orang yang memberikan perhatian besar pada hak-hak perempuan, maka filsafatnya adalah Feminisme.

Lalu bagaimana dengan orang beragama.. apa filsafatnya? Filsafatnya adalah Teologi. Dalam Islam, referensi utamanya adalah Al-Qur'an (firman Allah SWT) dan Hadits Rasul (perkataan/ perbuatan Nabi Muhammad SAW).

Filsafat Teologi bertentangan dengan paham Sekuler/ Materialisme yang mengakui bahwa yang hakiki di dunia ini hanyalah benda nyata (tidak ada yang ghaib). Materialisme berkembang menjadi Kapitalisme, yang menghubungkan manusia dengan barang apa yang dimilikinya/ diproduksi sesuai dengan profesinya. Oleh karena Kapitalisme berujung pada kesenjangan sosial, maka dicetuskanlah ide kepemilikan barang secara bersama (Komunisme/ Sosialisme).

Apapun yang menjadi filsafat seseorang  disadari atau tidak, disengaja atau tidak, itulah yang akan melandasi segala ucapan dan perbuatannya. Oleh karena dalam mengambil setiap keputusan, pastilah didasari pada suatu hal yang menurutnya paling penting, dan itulah filsafat yang dianutnya.

Lalu apakah orang beragama tidak boleh berpikir menggunakan akalnya, atau melakukan percobaan untuk membuktikan suatu hal? Tentu saja boleh. Dalam Islam, firman Allah SWT yang pertama turun adalah Al-Alaq ayat 1-5, yang berisi perintah untuk membaca/ mempelajari alam semesta dengan menyebut nama-Nya. Namun jangan akal dipakai untuk melakukan rekayasa ilmiah, dalam rangka membuktikan logika seseorang bahwa Nabi Adam a.s tidak diturunkan dari surga, melainkan adalah keturunan kera. Jangan juga menggunakan alasan Demokrasi, untuk melegalkan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender), meskipun hal tersebut dilarang oleh Allah SWT. Jika hal tersebut dilakukan.. maka apa yang akan kita jawab, saat malaikat Munkar dan Nakir bertanya siapa tuhan kita?

Wallahu a'lam bishowab.

Jumat, 01 Januari 2016

Islam Means Submission

God is the Creator, the one that exists before any other exists, the Greatest, the Forgiver, and the Most Merciful..
https://marhabayamustafa.wordpress.com/2014/11/27/asma-ul-husna-99-divine-attributes-of-allah/

Being a Muslim is to do a full submission to the only 1 God, as other God's creatures do..

"The seven heavens and the earth and whatever is in them exalt Him. And there is not a thing except that it exalts [ Allah ] by His praise, but you do not understand their [way of] exalting. Indeed, He is ever Forbearing and Forgiving." (Qur'an surah Al-Israa, ayah 44)



Muslims must not worship/pray to anything other than Him.

"It is You we worship and You we ask for help." (Qur'an surah Al-Fatihah, ayah 5)

(ancient Goddess.. today's Goddess?

Submission means surrender.. Believers must do exactly what God told them to do.

"..And they say, "We hear and we obey. [We seek] Your forgiveness, our Lord, and to You is the [final] destination." (Qur'an surah Al-Baqarah, ayah 285)

As in Physics, movement of an object is calculated relatively to other object (or a certain point)..
https://www.youtube.com/watch?v=jYMU6bn5GHY

..we could not judge a thing is good or bad, if we do not have guidance (anchor point). Thus, Allah SWT give us Qur'an through prophet Muhammad SAW.

"This is the Book about which there is no doubt, a guidance for those conscious of Allah." (Qur'an surah Al-Baqarah, ayah 2)