Jumat, 04 September 2015

Syiah Imamiyah

"Umatku, umatku, umatku"..

Itulah kata-kata terakhir dari Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Sang rasul terakhir meninggal dunia pada usia 63 tahun, tepat pada hari dan tanggal beliau dilahirkan, yaitu pada 12 Rabiul Awal tahun 11 H.

Wafatnya Rasulullah SAW

Orang-orang yang berkumpul di depan rumah Rasulullah SAW tampak sedih dan kebingungan. Lalu Abu Bakar As-Shiddiq tampil ke depan untuk membacakan sebuah ayat.

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.  (QS Ali-Imran: 144)

Setelah wafatnya Rasulullah saw. tidak ada Nabi yang berfungsi membawa dan menyampaikan Risalah. Maka kedudukan beliau sebagai Nabi tidak ada pengganti. Namun kedudukan beliau sebagai penguasa atau kepala negara, ada pengganti. 

Perwakilan dari kaum muhajirin dan anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah untuk menentukan pengganti Rasulullah Muhammad SAW dalam posisi kepemerintahan. Mereka adalah orang-orang yang adil, berilmu, dan memiliki hikmah kebijaksanaan. Dalam hal ini, dapat kita lihat bahwa syariat pemilihan pemimpin bukanlah menggunakan sistem one-man-one-vote atau pemilihan langsung oleh seluruh rakyat.

“Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang di muka bumi, sungguh mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah (Qs:al An’aam:116)

Pada musyawarah itu terpilihlah Abu Bakar As-Shiddiq untuk menjadi pemimpin khalifah. Ia memerintah pada tahun 11 - 13 H. Kemudian dilanjutkan oleh Umar bin Khatab pada 13 - 23 H, Utsman bin Affan pada 23 -35 H, dan Ali bin Abi Thalib pada 35 - 40 H.


Perang Jamal

Utsman bin Affan tewas terbunuh pada 35 H di tangan para pemberontak. Setelah itu, terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat muslim. Sebagian berpendapat bahwa hukum qishash harus segera ditegakkan terhadap pembunuh Utsman, sementara sebagian lain berpendapat bahwa sebaiknya qishash dilakukan setelah situasi lebih tenang. Namun demikian, sebagian besar sahabat memilih untuk berlepas diri dari kekacauan tersebut.

Ketika terjadi kekacauan antar kaum muslimin, jumlah keseluruhan sahabat Raulullah yang masih hidup pada saat itu mencapai puluhan ribu orang. Adapun jumlah sahabat yang terlibat dalam kekacauan ini tidak sampai seratus orang, bahkan tidak mencapai tiga puluh. (penuturan Muhammad bin Sirin)

Setelah diketahui bahwa sebagian dari pembunuh Utsman berada di Basrah, berangkatlah az-Zubair bin al-Awwam, Thalhah bin Ubaidullah, dan Aisyah binti Abu Bakar ke sana. Menurut ketiganya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menegakkan hukum qishash terhadap para pembunuh Utsman, karena orang-orang itu pemicu utama keributan yang terjadi.

Ali bin Abi Thalib kemudian menyusul rombongan, untuk mencegah hal tersebut. Setelah terjadi perundingan, mereka semua memutuskan untuk tidak melanjutkan perselisihan, untuk menghindari peperangan saudara.

Sangat disayangkan, orang-orang munafik yang mengetahui keputusan tersebut merencanakan makar. Pasukan Thalhah diserang pada waktu shubuh, agar mengira bahwa serangan tersebut merupakan dari pasukan Ali. Umat muslim pun terlibat dalam perang saudara yang sangat menyedihkan.

az-Zubair terbunuh saat akan meninggalkan medan perang, Thalhah mati syahid tertembus panah saat berseru untuk menghentikan peperangan, dan Aisyah merangsek masuk ke medan perang untuk berseru agar kembali mengingat Allah SWT.

Aku melihat unta yang ditunggangi Aisyah saat itu seperti seekor landak, karena banyaknya anak panah yang menancap. (penuturan Abu Raja al-Atharidi)

Ali bin Abi Thalib yang melihat jasad Thalhah, turun dari tunggangannya, lalu ia berkata Wahai Abu Muhammad (Thalhah), aku sangat terpukul melihat engkau tergeletak di tengah lembah ini, di bawah cahaya bintang. Hanya kepada-Nya aku mengadukan semua lara di dada ini.


Perang Shiffin

Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin membangun masjid di Madinah. Di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar bin Yasir sedang mengangkat batu besar. Rasulullah langsung mendekatinya, kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya, "Malangnya Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!"

Kata-kata itu diulangi oleh Rasulullah sekali lagi... kebetulan bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat Ammar bekerja, hingga sebagian kawannya menyangka bahwa ia tewas. Dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasulullah menjelaskan, "Tidak, Ammar tidak apa-apa. Hanya nanti ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!"

Wafatnya Ammar bin Yasir terjadi di usianya 94 tahun pada Perang Shiffin, yaitu pada 1 Shafar 37 H. Perang saudara itu terjadi antara pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan pasukan Muawiyah bin Abi-Sufyan. Muawiyah menolak kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, sebelum dituntaskannya pengusutan atas pembunuhan Utsman bin Affan.

Dalam Al Bidayah wa An Nihayah, disebutkan Abu Muslim Al Khaulani beserta beberapa orang mendatangi Muawiyah dan bertanya, "Apakah engkau melawan Ali?" Muawiyah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui kalau ia (Ali) lebih baik dariku, lebih utama, dan lebih berhak dalam masalah ini (kekhalifahan) daripada aku."

"Akan tetapi, bukanlah kalian mengetahui bahwa Utsman terbunuh dengan keadaan terzalimi, sedangkan saya adalah sepupunya yang berhak meminta keadilan. Katakan kepadanya agar ia menyerahkan pembunuhnya, maka saya menyerahkan persoalan ini kepadanya."

Dalam keadaan terdesak, kubu Muawiyah mengajukan gencatan senjata, yang kemudian diterima oleh Ali bin Abi Thalib. Pada perundingan tersebut, khalifah Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-Asy'ari, sedangkan Muawiyah diwakili oleh Amru bin Ash.  


Perang Nahrawan

Keputusan perdamaian pada Perang Shiffin membuat perpecahan pada diri pendukung Ali bin Abi Thalib. Sebagian dari orang-orang yang sebelumnya pendukung setia (Shia) Ali, berubah menjadi penentang (Khawarij). Kelompok Khawarij menyerukan slogan "Tidak ada keputusan, kecuali keputusan Allah SWT".

Tindakan Khawarij tidak hanya secara verbal, namun juga menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Salah satu kejahatan yang mereka lakukan adalah membunuh sahabat Abdullah bin Khabbab dan budak wanita miliknya yang tengah mengandung (Mushanaf Ibnu Syaibah (XV/310).

Pada bulan Muharram tahun 38 H, Ali bin Abi Thalib bersama pasukannya yang berjumlah 10.000 personel bergerak ke arah mereka yang telah berkumpul di Nahrawan (Ansabul Asyraf (II/63). Dalam perang ini, Khawarij mengalami kekalahan telak.

Dua tahun setelahnya, kelompok Khawarij melakukan makar dengan membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a.


Al-Saba'iyyah

Al-Saba'iyyah merupakan sebuah paham yang dibawa oleh Abdullah bin Saba'.

Berkata amirul mukmin Ali bin Abi Thalib:
“Aku diuji dengan kamu sekalian dengan tiga perkara dan dua benda; Pekak tetapi mempunyai pendengaran, bisu tetapi boleh berkata-kata, buta tetapi boleh melihat. Tidak ada yang jujur apabila bertemu dan tiada orang yang boleh dipercayai ketika ujian.. kamu telah keluar meninggalkan Ibnu Abu Talib sebagaimana bayi keluar meninggalkan perut ibunya" (Nahj Al-Balagha: m/s 142).

Abdullah bin Saba' merupakan seorang Yahudi yang kemudian memeluk Islam. Namun demikian, di dalam hatinya masih kekal agama Yahudi. Ia adalah orang pertama yang mengatakan hak Ali bin Abi Thalib menjadi Imam, pewaris wasiat Rasulullah SAW. 

Al-Hafidh adz-Dzahabiy rahimahullah berkata, ”Abdullah bin Saba’ termasuk orang-orang zindiq yang paling ekstrim, sesat, dan menyesatkan. Aku mengira Ali yang membakarnya dengan api. Al-Jauzajani berkata, ’Dia meyakini bahwa alqur’an itu hanya satu bagian dari sembilan bagian yang ilmunya ada pada Ali. Ali mengusirnya setelah bertekad melakukannya”.


Syiah Imamiyah

Sebagian besar pengikut Syiah Imamiyah akan mengatakan bahwa Abdullah bin Saba' hanyalah tokoh fiktif. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri banyaknya pengaruh agama Yahudi di dalam Syiah Imamiyah.

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu sebelum kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". dan jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)

Prinsip utama di dalam Rukun Islam Syiah Imamiyah adalah Imamiyah/ Al-Wilayah.

“Daripada Abu Jaafar katanya, Islam ditegakkan di atas lima rukun : solat, zakat, puasa,  haji  dan  wilayah  dan  tidak  diseru  kepada sesuatu  ajaran  seperti  mana  diseru kepada Al-Wilayah” (Tanqih al-maqal fi ilm al-rijal: 2/ 183, 184)

Para imam alaihimussalam mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, tidak ada sesuatu yang tidak mereka ketahui. (Muhammad bin Yakob bin Ishak Al-Kulaini, dalam kitab Al-Kafi)


“Sesungguhnya para sahabat kami dari kalangan Syiah Imamiyah telah bersepakat bahwa para imam itu maksum dari berbagai dosa kecil ataupun besar, secara sengaja, keliru, ataupun lupa, sejak mereka lahir hingga bertemu Allah Subhanahu wata’ala.” (Biharul Anwar, 25/350—351)


Dua belas (12) orang Imam tersebut adalah:
  1. Abu Al-Hasan Ali bin Abi Talib - Al-Murtada (23 Pra Hijriah-40 Hijriah)
  2. Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali - Al-Zaki (2-50H)
  3. Abu Abdullah Al-Husin bin Ali - Saidu As-Syuhada' (3-61H)
  4. Abu Muhammad Ali bin Husin - Zainul Abidin (37-95H)
  5. Abu Jafar Muhammad bin Ali - Al-Baqir (57-114H)
  6. Abu Abdullah Jafar bin Muhammad - Al-Sodiq (83-148H)
  7. Abu Ibrahim Musa bin Jafar - Al-Khadim (128-183H)
  8. Abu Al-Hasan Ali bin Musa - Al-Ridza (143-203H)
  9. Abu Jafar Muhammad bin Ali - Al-Jawaad (195-220H)
  10. Abu Muhammad Ali bin Muhammad - Al-Hadi (212-245H)
  11. Abu Muhammad Al-Hsan bin Ali - Al-Asykuri (232-260H)
  12. Abu Al-Qasim Muhamad bin Al-Hasan - Al-Mahdi (652H)
 
Keyakinan mutlak pengikut Syiah Imamah terhadap perkataan 12 Imam mereka, sudah dapat digolongkan sebagai mempersekutukan atau syirik terhadap Allah SWT. Hal itu pula yang dilakukan oleh Yahudi terhadap orang alim dan rahib mereka.

Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?. Mereka menjadikan orang- orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At Taubah 30-31)

Hal tersebut diperingatkan oleh Allah SWT di dalam firmannya:

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS An-Nahl : 116)

Yahudi juga memiliki Imam Besar, antara lain:
  1. Yesua (atau Yosua) bin Yozadak (515-490 SM) setelah perbaikan Bait Suci
  2. Yoyakim bin Yosua (490-470 SM)
  3. Elyasib bin Yoyakim (470-433 SM)
  4. Yoyada bin Elyasib (433-410 SM)
  5. Yonatan bin Yoyada (410-371 SM)
  6. Yadua bin Yonatan (371-320 SM)
  7. Onias I bin Yadua (320-280 SM)
  8. Simon I bin Onias (280-260 SM
  9. Eleazar bin Onias (260-245 SM)
  10. Manasseh bin Yadua (245-240 SM)
  11. Onias II bin Simon (240-218 SM)
  12. Simon II bin Onias (218-185 SM)
  13. Onias III bin Simon (185-175 SM) dibunuh tahun 170 SM
  14. Jason bin Simon (175-172 SM)

Kitab para rahib Yahudi (rabbi) yang paling diakui adalah Talmud, yang terdiri dari 2 bagian:
1. Kitab Mishnah : Kitab UU Kehidupan, terdiri dari 6 bagian
   - Zeraim : tentang pertanian
   - Moed : tentang puasa dan hari-hari besar
   - Nashim : UU yang berhubungan dengan wanita
   - Nazikin : masalah kejahatan/ kriminalitas
   - Kodashim : masalah sesembahan dan korban
   - Toharoth : masalah thoharoh (bersuci)
2. Kitab Gemara : tafsir, syarah, penjelasan, komentar, atau catatan pinggir Mishnah


Sebagaimana Yahudi, Syiah Imamiyah juga memiliki kitabnya yang paling diakui.

Al-Kafi merupakan seagung-agung kitab Islam dan sehebathebat karangan Imamiah. Tidak ada yang dihasilkan untuk Imamiah seumpamanya. (As-Sayid Al-Muhaqqiq Abas Al-Qummi)

Setelah masuknya paham Imamiyah, masuklah pengaruh-pengaruh lainnya agama Yahudi pada Syiah Imamiyah:


1.  Kedudukan Ali bin Abi Thalib r.a.



Terdapat perbedaan pendapat antara Syiah Imamiyah dan Ahlussunnah wal Jamaah terkait peristiwa Ghadir Khum. Syiah Imamiyah mengakui bahwa pada peristiwa tersebut, Rasulullah SAW telah menunjuk Ali bin Abi Thalib r.a sebagai penerusnya.

Siapa saja yang aku menjadi maulanya, maka Ali menjadi maulanya. (Musnad Imam Ahmad 2/71 nomor 641, Mustadrak Hakim 3/109-110, Imam Turmudzy dalam Sunan 10/214)

Adapun Ahlussunnah wal Jamaah berpendapat bahwa perkataan tersebut adalah terkait penugasan Ali bin Abi Thalib r.a ke Yaman, sebagaimana penugasan lainnya pernah dilakukan sebelumnya.

Dari Sa’d bin Abi Waqqaash ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi tugas ‘Ali bin Abi Thaalib saat perang Tabuk (untuk menjaga para wanita dan anak-anak di rumah). ‘Ali pun berkata : ‘Wahai Rasulullah, engkau hanya menugasiku untuk menjaga anak-anak dan wanita di rumah ?’. Maka beliau menjawab : ‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku ?” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 4416 dan Muslim no. 2404).

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Nabi Musa a.s dan Nabi Harun a.s saling bahu membahu dalam menegakkan agama Allah SWT.

Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami". Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa. (QS. Thaha: 20)

Nabi Harun a.s lahir 4 tahun sebelum kelahiran Nabi Musa a.s, dan wafat 11 bulan sebelum meninggalnya Nabi Musa a.s.

Adapun Yahudi mengakui bahwa Nabi Harun a.s. sebagai Imam Besar pertama Bangsa Israel. Diriwayatkan bahwa Nabi Harun a.s dan putra-putranya dipisahkan dari orang-orang lain, dan melakukan ritual selama 7 hari. Pada hari ke-8, Imam Besar mempersembahkan korban dan memberkati Bangsa Israel, lalu masuk ke kemah suci bersama Nabi Musa a.s. Setelah keluar, mereka memberkati bangsa itu, lalu tampaklah kemuliaan Tuhan kepada segenap bangsa itu. Setelah Nabi Harun a.s. wafat di atas Gunung Hor, Eleazar (putranya) menggantikannya sebagai Imam Besar. Keturunan selanjutnya adalah Pinehas, Abisua, Buki, Uzi, Zerahya, Merayot, Amarya, Ahitub, Zadok, Ahimaas, Azarya, Yohanan, Azarya, Amarya, Ahitub, Zadok, Salum, Hilkia, Azarya, Seraya, Yozadak, sampai dengan Yesua.


2.  Tawassul

Syiah Imamiyah bertawassul (berdoa dengan memohon perantara) kepada Ahlul Bait dan 12 imam.
https://syiahahlulbait.wordpress.com/teks-doa-doa/doa-tawassul-ahlul-bait-as/

Yahudi juga melakukan tawassul (perantara) terhadap Imam Besar mereka.

Hanya 1 Tuhan, dan 1 Perantara antara Tuhan dan Manusia. Manusia itu adalah Messiah Yeshua. (1 Timothy 2:5)

Adapun Ahlussunnah wal Jamaah tidak melakukan tawassul dengan landasan firman Allah SWT:

أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar (kafir).” (QS. Az Zumar [39]: 3)


3.  Waktu Sholat

Agama Yahudi mewajibkan pengikutnya untuk melakukan sholat 3 waktu dalam 1 hari, yaitu saat pagi (shacharit), siang hari (minchah), dan malam (arvith). Di dalam riwayatnya, disebutkan bahwa Nabi Ibrahim memperkenalkan sholat shacharit, Nabi Ishak mencontohkan sholat minchah, dan Nabi Yakub menambahkan sholat arvith.

Syiah Imamah mengambil 3 waktu sholat berdasarkan dalil:

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan Qur`anal fajri. Sesungguhnya Qur`anal fajri itu disaksikan (QS. Al-Isra`: 78)

Syiah Imamah menafsirkannya:
1) Waktu untuk Dzuhur dan Ashar ketika matahari tergelincir
2) Waktu untuk Maghrib dan Isya ketika gelap malam
3) Waktu untuk Shubuh ketika menjelang fajar 

Adapun dalam pandangan Ahlussunnah wal Jamaah, waktu sesudah matahari tergelincir sampai dengan gelap malam merupakan waktu Sholat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Sementara waktu Sholat Shubuh terpisah, dan ditegaskan dengan kata "disaksikan".



Dalam hadits Rasulullah SAW dijelaskan lebih spesifik, waktu-waktu tersebut:

Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa Nabi SAW didatangi oleh Jibril as dan berkata kepadanya, "Bangunlah dan lakukan shalat." Maka beliau melakukan shalat Zhuhur ketika matahari tergelincir. Kemudian waktu Ashar menjelang dan Jibril berkata, "Bangun dan lakukan shalat." Maka beliau SAW melakukan shalat Ashar ketika panjang bayangan segala benda sama dengan panjang benda itu. Kemudian waktu Maghrib menjelang dan Jibril berkata, "Bangun dan lakukan shalat." Maka beliau SAW melakukan shalat Maghrib ketika mayahari terbenam. Kemudian waktu Isya` menjelang dan Jibril berkata, "Bangun dan lakukan shalat." Maka beliau SAW melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega merah) menghilang. Kemudian waktu Shubuh menjelang dan Jibril berkata, "Bangun dan lakukan shalat." Maka beliau SAW melakukan shalat Shubuh ketika waktu fajar merekah/ menjelang. (HR Ahmad, Nasai dan Tirmizy)


4.  Waktu Berbuka Puasa


Yahudi memiliki 6 hari puasa (yang dilakukan secara umum) dalam 1 tahun. Dua puasa (Yom Kipur dan Tisha B'Av) tergolong sebagai puasa besar, dan 4 puasa (Gedalya, Tebet, Ester, dan Tammuz) tergolong ke dalam puasa kecil. Puasa Yom Kipur dilakukan untuk menebus dosa dalam 1 tahun, sementara 5 puasa lainnya dilakukan untuk memperingati peristiwa bersejarah tertentu bagi umat Yahudi. Seluruh puasa yahudi diakhiri saat 3 bintang terlihat di langit malam.

Syiah Imamiyah juga berbuka puasa menunggu malam, dengan mendasarkan pada ayat sbb:

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
 “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqoroh : 187)

Adapun Ahlussunnah wal Jamaah menggunakan sunnah Rasulullah SAW untuk mengetahui kapan tepatnya waktu awal datangnya malam.

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَاهُنَا، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَاهُنَا، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Apabila malam telah tiba dari arah sini dan siang telah berlalu dari arah sini serta matahari pun terbenam, maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1954 dan Muslim 1100].




5.  Sholat Berjamaah


Yahudi tidak mengenal sholat berjamaah, hanya sholat bersama-sama di tempat yang sama.

Syiah Imamiyah menganjurkan untuk sholat berjamaah, namun dengan syarat-syarat Imam: baligh, berakal, pengikut Syiah Imamiyah, adil, anak dari perkawinan yang sah, lelaki (kalau makmumnya laki-laki), dan bacaannya benar.



Dari Abu Sa‘id Al Khudri, ia berkata: “Rasululah bersabda: ‘Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalianpun akan masuk ke dalamnya.’ Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nasrani?’ Sabda beliau: “Siapa lagi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)




6.  Batu Karbala


Syiah Imamiyah menggunakan Turbah untuk bersujud di atasnya.
Turbah (turab) adalah lempengan tanah yang dipadatkan. Tanah yang utama digunakan adalah tanah Karbala, untuk mengingat tragedi pembunuhan Husain bin Ali (cucu Rasulullah SAW).

Yahudi juga menggunakan alat tertentu untuk alas sujud.
Tefillin berisi gulungan kitab Torah (Taurat), sebagai pengingat bahwa Tuhan telah membawa keluar bangsa Israil (Bani Israil) dari Mesir, untuk menyelamatkan mereka dari kedzaliman Raja Fir'aun.

Syiah Imamiyah mendasarkan dalil sebagai berikut untuk sujud di atas tanah (turab).

جُعِلَتْ لِيَ الأرْضُ مَسْجِدًا وَ طَهُورًا
“Dijadikan الأرْضِ untukku sebagai tempat sujud dan suci lagi mensucikan.” (Shahih HR. Bukhari no. 323 dan 419, Muslim no. 810, Nasa’i no. 429, Ahmad no.2606, 13745, 20337,20352,dan 20463, dan darimi no. 1353 dan 2358 )

Adapun Ahlussunnah wal Jamaah mengartikan الأرْضِ adalah bumi, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:

فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلَاثٍ جُعِلَتْ صُفُوفُنَا كَصُفُوفِ الْمَلَائِكَةِ وَجُعِلَتْ لَنَا الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدْ الْمَاءَ وَذَكَرَ خَصْلَةً أُخْرَى

“Kami diberi keutamaan atas manusia lainnya dengan tiga hal: (pertama), Shaf kami dijadikan sebagaimana shaf para malaikat. (Kedua), ( الأرْضِ ) bumi dijadikan untuk kami semuanya sebagai masjid. (Ketiga), dan ( تُرْبَتُهَا ) debu/tanahnya dijadikan suci untuk kami apabila kami tidak mendapatkan air." (Shahih HR. Muslim no. 811)

Lebih jelasnya dapat dilihat pada hadits Rasulullah SAW berikut ini:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ


Dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seluruh ( الأرْضِ ) bumi adalah masjid (tempat sujud), kecuali kuburan dan bilik mandi." (Shahih HR. Ibnu Majah no. 737, Tarmidzi no. 236, dan Abu Dawud no. 415 )



7.  Sholat Menghadap Kubur 

Syiah sholat menghadap kuburan.

Yahudi juga melakukan sholat menghadap kubur.

Adapun Ahlussunnah wal Jamaah tidak melakukan sholat menghadap kuburan, dengan dasar sabda Rasulullah SAW:

لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا

Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya” (HR. Muslim no. 972).


قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ؛ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

 
Semoga Allâh membinasakan kaum Yahudi. Mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid. [HR. Bukhari (I/531 no. 437) dan Muslim (I/376 no. 530) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]



Akhir kata, apabila ada salahnya itu dari diri saya pribadi, apabila ada benarnya itu adalah dari Allah SWT.



سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”.